Selasa, 06 November 2012

konstitusi


BERBAGAI KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA
A. BERBAGAI KONSTITUSI YANG PERNAH
BERLAKU DI INDONESIA
Istilah konstitusi berasal dari bahasa Inggris constitution yang artinya adalah hukum dasar. Sedangkan dalam bahasa Belanda sering disebutgrondwet atau grundgezetz. Menurut L.J. Van Apeldorn hukum dasar dapat dibagi menjadi dua, yaitu hukum dasar tertulis (undang-undang dasar) dan hukum dasar tidak tertulis. Biasanya konstitusi dalam suatu negara diartikan sebagai undang-undang dasar. Dengan demikian undangundang dasar sebenarnya merupakan bagian dari konstitusi yang tertulis. Undang-Undang Dasar menurut C.S.T Kansil, diartikan sebagai piagam tertulis yang dengan sengaja diadakan, dan memuat segala apa yang dianggap pembuatnya menjadi asas fundamental negara ketika itu. Sedangkan E.C.S Wademenyatakan bahwa undang-undang dasar adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara-cara kerja
badan itu.
Dari dua pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa yang dinamakan undang-undang dasar adalah
hukum dasar tertulis dari suatu negara yang memuat
tugas-tugas pokok dari badan pemerintahan atau
lembaga negara, serta menentukan cara kerja dari
badan-badan tersebut.
Undang-undang dasar menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu UUD yang bersifat fleksibel (supel) dan UUD yang bersifatrigid atau kaku. Undang-undang dasar bersifat fleksibel apabila membuka adanya prosedur yang lebih mudah untuk mengubah undang-undang dasar tersebut. Sedangkan undang-undang dasar bersifat frigid atau kaku apabila prosedur untuk mengubah undang-undang dasar tersebut sangat sulit.
Fungsi dari undang-undang dasar itu sendiri adalah sebagai berikut.
1. Undang-undang dasar bersifat mengikat lembaga negara, lembaga masyarakat serta mengikat setiap warga negara.
2. Undang-undang dasar berisi norma-norma, kaidah-kaidah, aturanaturan, atau ketentuan-ketentuan yang hams ditaati dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terikat dalam negara tersebut.
3. Undang-undang dasar berfungsi sebagai sumber hukum bagi produkproduk hukum yang ada dibawahnya.
4. Undang-undang dasar sebagai hukum yang tertinggi mempunyai fungsi sebagai alat kontrol dan sebagai parameter terhadap seluruh norma hukum yang ada di bawahnya. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai UUD (konstitusi), di bawah ini akan dibahas macam-macam UUD yang pernah berlaku di Indonesia:
1. Undang-Undang Dasar 1945
UUD 1945 dinyatakan sebagai hukum dasar yang sah dan berlaku di Indonesia sejak ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Rumusan UUD 1945 sebenarnya menggunakan rumusan hasil sidang BPUPKI yang sudah mengalami perubahan dan penyempurnaan dan ditetapkan pada sidang PPKI.
UUD 1945 terdiri dari tiga bagian yaitu:
a. Pembukaan terdiri dari empat alinea.
b. Batang Tubuh terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal, IV Aturan Peralihan dan II Aturan Tambahan.
c. Penjelasan.
Pembukaan UUD 1945 yang terdiri dari empat alinea itu, juga mempunyai pokok-pokok pikiran yang sangat penting, yaitu:
a. Negara Indonesia adalah suatu negara yang berdasarkan paham negara persatuan.
b. Dasar negara adalah Pancasila, yaitu:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Batang tubuh UUD 1945, yang dipertegas dalam penjelasan UUD 1945, mengatur tentang sistem pemerintahan negara, yaitu:
a. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Pasal 1).
b. Sistem kostitusional, yaitu pemerintah berdasar atas konstitusi (hukum dasar), jadi tidak bersifat kekuasaan yang tidak terbatas. (Pasal 1)
c. Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara menurut Undang- Undang Dasar (Pasal 4).
d. Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara, yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden(Pasal 17).
e. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas, kepala negara harus tunduk pada Konsitusi (Pasal 4).
f. DPR tidak dapat dibubarkan oleh Presiden (Pasal 7). Undang-Undang Dasar 1945 dalam gerak dan pelaksanaannya mengalami beberapa masa berlaku, yaitu:
a. Masa Pertama, dimulai tanggal 18 Agustus 1945 — 17 Agustus 1950. Sejak ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 berarti UUD 1945 berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan tanggal 27 Desember 1949 merupakan masa berlakunya Konstitusi RIS di mana UUD 1945 hanya berlaku di salah satu negara bagian RIS.
b. Masa Kedua, dimulai tanggal 5 Juli 1959—Sekarang Dengan adanya kegagalan Dewan Konstituante untuk menetapkan UUD yang barn maka pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang berisi:
1) Pembubaran Konstituante
2) Berlakunya kembaii UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950.
3) Akan dibentuk dalam waktu dekat MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara) Dengan Dekrit Presiden maka negara Republik Indonesia dengan resmi menggunakan UUD 1945 kembali. Sejak saat itu UUD 1945 berlaku hingga sekarang, walaupun dalam pelaksanaannya masih terdapat penyimpangan-penyimpangan. Pada 1998 UUD 1945 mengalami amandemen oleh MPR terutama pada bagian batang tubuh.
2. Konstitusi RIS 1949
Pada tanggal 23 Agustus - 2 September 1949 di Den Haag, Belanda, diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB). Tujuan diadakannya KMB adalah untuk menyelesaikan persengketaan antara Indonesia dan Belanda secepat-cepatnya, dengan cara yang adil dan pengakuan kemerdekaan yang nyata, penuh dan tanpa syarat kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). Salah satu keputusan pokok KMB ialah Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya, tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali kepada RIS, selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949. Dan pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana menandatangani piagam pengakuan kedaulatan RIS di Amsterdam, dan mulai saat itulah diberlakukan Konstitusi RIS. Konstitusi RIS adalah sebuah konstitusi yang bersifat sementara, yang dalam waktu secepat-cepatnya. Konstituante bersama dengan pemerintah akan menetapkan konstitusi baru menggantikan konstitusi ini.
Bentuk negara menurut konstitusi ini adalah negara serikat dan bentuk pamerintahannya ialah republik (Pasal 1 ayat 1 KRIS). Kedaulatan negara dilakukan oleh pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 1 ayat 2 KRIS).
Sedangkan alat-alat kelengkapan RIS adalah:
a. Presiden
b. Menteri
c. Senat
d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e. Mahkamah Agung (MA)
f. Dewan Pengawas Keuangan (DPK) Sementara wilayah RIS adalah wilayah yang meliputi:
a. Negara Republik Indonesia, daerah meliputi seperti tersebut dalam Persetujuan Renville
1) Negara Indonesia Timur
2) Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta
3) Negara Jawa Timur
4) Negara Madura
5) Negara Sumatera Timur
6) Negara Sumatera Selatan
b. Satuan-satuan kenegaraan yang tegak berdiri: Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur.
c. Daerah Indonesia selebihnya yang bukan daerah bagian. Sistem pemerintahan menurut konstitusi RIS dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pemerintahan dijalankan oleh Presiden bersama-sama para menteri dengan tujuan untuk menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan mengurus supaya konstitusi UU Federal dan peraturan-peraturan lainnya yang berlaku untuk RIS dijalankan
b. Presiden adalah kepala negara yang kekuasaannya tidak dapat diganggu gugat dan dipilih orang-orang yang dikuasakan oleh pemerintah daerah-daerah bagian.
c. Sistem kabinet adalah kabinet yang bertanggung jawab (cabinet government) kepada perdana menteri.
d. Kabinet tidak dapat dipaksa untuk meletakkan jabatannya oleh DPR pertama RIS.
e. RIS mengenal sistem perwakilan bikameral (dua kamar), yaitu Senat dan DPR.
3. Undang-Undang Dasar Sementara 1950
Negara Republik Indonesia Serikat ternyata tidak dapat bertahan lama, karena bentuk negara serikat bukanlah bentuk negara yang dicitacitakan dan tidak sesuai dengan jiwa proklamasi kemerdekaan. Oleh sebab itu, pengakuan kedaulatan RIS menimbulkan gejolak di negara-negara bagian RIS dan menuntut pembubaran RIS dan kembali ke negara kesatuan. Pada tanggal 17 Agustus 1950 akhirnya RIS dibubarkan oleh Presiden Soekarno selaku Presiden RIS pada saat itu dan diproklamasikan terbentuknya negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada saat itu pula dibentuk panitia yang diketuai oleh Prof. Dr. Mr. Soepomo yang bertugas untuk membuat UUDS 1950 yang terdiri dari 147 pasal.
Bangsa Indonesia semenjak proklamasi kemerdekaan menghendaki suatu negara kesatuan yang melindungi segenap bangsa Indonesia. Sehingga pembentukan RIS dipandang sebagai taktik politik Belanda untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan berlakunya UUDS 1950 pada tanggal 17 Agustus 1950 mengembalikan semangat bangsa Indonesia untuk menjadi negara kesatuan. Bentuk negara RI menurut UUDS 1950 adalah negara kesatuan dan bentuk pemerintahannya adalah republik. Kedaulatan negara adalah di tangan rakyat dan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPR.
Dengan demikian UUDS 1950 menganut paham kedaulatan rakyat. Pasal 2 UUDS 1950 menyatakan bahwa RI meliputi seluruh daerah In-donesia.
Sedangkan yang dimaksud daerah Indonesia adalah daerah “Hindia Belanda” dahulu, termasuk pulau Irian Barat (sekarang bernama Papua). Irian Barat meskipun secara de facto belum di bawah kekuasaan RI namun secara de jure bagian dari wilayah RI.
Alat-alat kelengkapan negara meliputi:
a. Presiden dan wakil presiden
b. Menteri-menteri
c. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
d. Mahkamah Agung (MA)
e. Dewan Pengawas Keuangan (DPK) Sedangkan sistem pemerintahan berdasarkan UUDS 1950 adalah:
a. Pemerintah terdiri dari Presiden dan para menteri, yang bertugas untuk menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan berupaya agar UUD, undang-undang dan peraturan lainnya dilaksanakan.
b. Presiden ialah kepala negara dan dalam menj alankan tugasnya dibantu oleh seorang wakil presiden.
c. Sistem kabinet adalah kabinet parlementer yang bertanggung jawab kepada Presiden.
d. Anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum oleh warga negara Indonesia yang telah memenuhi syarat.
e. Konstituante bertugas bersama-sama pemerintah, secepatnya menetapkan UUD RI yang akan menggantikan UUD Sementara. Pada masa berlakunya UUD 1950, terjadi peristiwa yang bersejarah bagi demokrasi di Indonesia, yaitu adanya pemilihan umum yang pertama.
Pemilu pada saat itu berlangsung dua tahap. Tahap pertama berlangsung tanggal 21 September 1955 untuk memilih anggota DPR dan tahap kedua pada tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante. Setelah terbentuknya Konstituante pada tanggal 10 November 1956, mulailah dewan tersebut bersidang untuk menetapkan UUD bagi negara dan bangsa Indonesia. Dalam sidang-sidang Konstituante ternyata belum berhasil merumuskan UUD yang baru, sehingga pada permulaan tahun 1959 pemerintah menganjurkan untuk menetapkan UUD 1945 menjadi UUD yang menggantikan UUDS 1950. Namun dalam persidangan selanjutnya ternyata tidak dapat memutuskan berlakunya UUD 1945. Dengan demikian apabila hal ini berlarut-larut akan membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan negara. Akhirnya Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan “Dekrit Presiden”, dimana salah satu isi dekrit tersebut adalah berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950.
B. PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN TERHADAP
KONSTITUSI YANG BERLAKU
DI INDONESIA
Sebaik apapun konstitusi negara dibuat tetapi bila pelaksanaannya tidak sesuai dengan amanat konstitusi tersebut tentu tidak dapat menghasilkan suatu kehidupan kenegaraan seperti yang dicita-citakan. Demikian pula dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di negara kita. Sejak UUD 1945 disahkan sebagai konstitusi negara, mulai saat itulah sedikit demi sedikit terjadi penyimpangan terhadap konstitusi negara. Untuk memperjelas pembahasan mengenai penyimpangan-penyimpangan terhadap konstitusi negara (UUD 1945) akan dibagi menjadi dua tahap masa berlakunya UUD 1945, yaitu periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949, dan periode 5 Juli 1959 sampai sekarang.
1. Masa Berlakunya UUD 1945 Periode 18
Agustus 1945 – 27 Desember 1949
Pada masa ini sesuai dengan pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 dinyatakan bahwa “sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut UUD ini, segala kekuasannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah komite nasional”. Dalam rapat PPKI tangal 23 Agustus ditentukan kedudukan dan tugas komite sebagai berikut:
a. Komite Nasional dibentuk di seluruh Indonesia dengan pusatnya Jakarta;
b. Komite Nasional adalah penjelmaan kebulatan tujuan dan cita-cita bangsa untuk menyelenggarakan kemerdekaan Indonesia yang berdasarkan kedaulatan rakyat;
c. Usaha Komite Nasional adalah:
1) Menyatakan kemauan rakyat Indonesia untuk hidup sebagai
bangsa yang merdeka;
2) Mempersatukan rakyat dari berbagai lapisan dan jabatan supaya
terpadu pada segala tempat di seluruh Indonesia, persatuan
kebangsaan yang bulat dan erat;
3) Membantu menentramkan rakyat dan turut menjaga keselamatan
umum;
4) Membantu pimpinan dalam penyelenggaraan cita-cita bangsa Indonesia
dan di daerah membantu pemerintah daerah untuk
kesejahteraan umum;
d. Komite Nasional di pusat memimpin dan memberi petunjuk kepada komite-komite nasional di daerah;
e. Komite Nasional di Pusat, di pusat daerah dan di daerah dipimpin oleh seorang ketua dan beberapa anggota pengurus yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional.
Tugas dan tanggung jawab Komite Nasional Pusat semakin bertambah setelah dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang menyatakan “Bahwa Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara, serta meyetujui bahwa pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari berhubung gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih di antara mereka dan bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat”. Setelah maklumat tersebut dikeluarkan, diikuti Maklumat 3 November 1945 yang berisi tentang kebebasan untuk mendirikan partai politik dan akan diadakannya pemilihan badan perwakilan rakyat. Akhirnya dikeluarkan Maklumat Pemerintah 14 November 1945 yang berisi tentang pengumuman pemerintah mengenai daftar susunan kabinet baru yang dipimpin oleh perdana menteri. Maklumat tersebut melahirkan sistem multi partai dalam pemerintahan yang parlementer.
Dari uraian tersebut, dapat kita simpulkan bahwa:
a. UUD 1945 belum dapat dilakasanakan dengan baik karena masih
dalam masa peralihan dan perjuangan bangsa dan negara yang masih
diarahkan untuk mempertahankan kemerdekaan.
b. Pelaksanaan pemerintahan negara menurut UUD 1945 belum dapat
dilaksanakan karena belum adanya lembaga-lembaga negara secara
definitif.
c. Penyimpangan terhadap UUD 1945 telah terjadi ketika sistem pemerintahan
presidensial diganti sitem pemerintahan parlementer.
d. Dengan terbentuknya negara federal RIS pada tahun 1949 berdasarkan
Konstitusi RIS, maka UUD 1945 hanya berlaku di negara
bagian RI yang meliputi sebagian Pulau Jawa, Sumatera dengan
ibukotanya Yogyakarta.
2. Masa Berlakunya UUD 1945 Periode 5 Juli
1959 – Sekarang
Masa ini ditandai dengan lahirnya Dekrit Presiden yang dikeluarkan pada tanggal 5 Juli 1959. Dengan demikian negara Indonesia yang semula berdasarkan UUDS 1950 digantikan dengan UUD 1945 kembali. Masa ini sering disebut masa berlakunya UUD 1945 yang kedua, setelah mengalami perubahan dua UUD, baik Konstitusi RIS maupun UUDS 1945.
Periode ini dapat dibedakan menjadi tiga kurun waktu, yaitu:
a. Periode 1959 — 1965 (Orde Lama)
Ada beberapa penyimpangan terhadap UUD 1945 yang terjadi pada masa ini, yaitu:
1) Lembaga-lembaga negara seperti MPR, DPR, DPA dan BPK
belum dibentuk berdasarkan UUD 1945, dan lembaga ini masih
bersifat sementara.
2) Presiden telah mengeluarkan peraturan perundangan berbentuk
Penetapan Presiden tanpa persetujuan DPR. Seharusnya pemerintah
bersama-lama dengan DPR membuat Undang-Undang.
3) MPRS mengangkat Presiden seumur hidup, hal ini bertentangan
dengan UUD 1945 yang menentukan bahwa presiden dipilih
dengan masa jabatan 5 tahun dan setelah itu dapat dipilih kembali.
4. Hak menetapkan anggaran belanja negara oleh DPR tidak
berjalan dengan baik. Bahkan Presiden pada tahun 1960
membubarkan DPR, karena DPR tidak menyetujui rancangan
anggaran belanja negara yang diajukan pemerintah. Seharusnya
DPR tidak dapat dibubarkan oleh presiden berdasarkan konstitusi
UUD 1945.
Banyaknya penyimpangan yang terjadi pada masa itu mengakibatkan buruknya keadaan politik, ekonorni, keamanan dan meningkatnya konflik sosial dimanfaatkan oleh PKI untuk melakukan coupt yang dikenal dengan peristiwa G 30. S/PKI. Gerakan ini bertujuan untuk mengubah ideologi negara dan UUD 1945 dengan ideologi komunis. Dengan adanya pemberontakan G. 30. S/PKI mendorong munculnya Orde Baru yang bertekad untuk melaksankan Pancasila dan UUD 1945 dengan murni dan konsekuen.
b. Periode 1966 — 1998 (Orde Baru)
Dengan dipelopori aksi demonstrasi mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya, pada tahun 1966 melancarkan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat), yaitu:
1) Bubarkan PKI
2) Bersihkan kabinet dari unsur PKI
3) Turunkan harga-harga
Gerakan memperjuangkan Tritura semakin meningkat, sehingga saat itu keadaan menjadi sangat sulit dikendalikan. Dalam situsi demikian, pada tanggal 11 Maret 1966 presiden mengeluarkan surat perintah kepada Letjen. Soeharto dan memberikan wewenang kepadanya untuk mengambil langkah-langkah pengamanan untuk menyelamatkan keadaan. Lahirnya surat perintah itu dianggap sebagai awal lahirnya orde baru.
Langkah-langkah yang diambil Letjen. Soeharto adalah dengan membubarkan PKI dengan ormas-ormasnya, dan melaksanakan koreksi total terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada saat Orde Lama. Orde Baru awalnya mempunyai tujuan yang mulia yaitu ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Namun, bersama perjalanan sejarah bangsa Indonesia ada beberapa hal yang dapat kita cermati pada masa orde baru ini, yaitu:
1) Pada mulanya UUD 1945 dapat dilaksanakan dengan baik dalam
kehidupan kenegaraan maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
2) Dalam perkembangan berikutnya mulai adanya penyimpangan
terhadap UUD 1945, yaitu dengan adanya pengekangan terhadap
hak-hak demokrasi rakyat.
3) Adanya pembatasan kehidupan partai politik, padahal dalam UUD
1945 diberi kebebasan untuk mendirikan partai politik.
4) Kekuasaan presiden sangat dominan, sehingga kekuasaan legislatif
relatif lemah dan cenderung mengikuti kekuasaan eksekutif.
5) Kehidupan ekonomi cenderung dikuasai oleh sekelompok orang, di
mana hal ini tidak sesuai dengan UUD 1945.
6) Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) semakin merajalela di berbagai
bidang kehidupan yang akhirnya menimbulkan krisis sosial.
Beberapa ketimpangan-ketimpangan itulah yang mengakibatkan masyarakat bersama mahasiswa demonstrasi besar-besaran untuk meruntuhkan kekuasaan Orde Baru. Pada tahun 1998 akhirnya kekuasaan Orde Baru tumbang yang ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto dari kekuasaannya. Mulai saat itu muncullah Orde Reformasi.
c. Periode 1998 — Sekarang (Orde Reformasi)
Pertumbuhan bidang ekonomi pada masa orde baru, diakui atau tidak, menunjukkan kemajuan yang sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi pada level yang cukup tinggi. Di camping itu juga diimbangi perkembangan sarana dan prasarana infrastruktur yang dapat dinikmati oleh masyarakat Indonesia.
Namun perkembangan ekonomi yang baik itu tidak diimbangi dengan pembangunan mental dan budi pekerti, serta demokrasi yang tidak berjalan semestinya. Hal ini mengakibatkan munculnya gerakan untuk menjatuhkan kekuasaan penguasa Orde Baru.
Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto meletakkan jabatannya dan digantikan oleh B.J Habibie yang saat itu menjabat sebagai wakil presiden RI. Ada beberapa hal yang dapat diungkapkan berkaitan dengan berlakunya UUD 1945 pada masa reformasi, yaitu:
1) Kran demokrasi pada masa ini dibuka lebar-lebar, sehingga hak
untuk mengeluarkan pendapat secara lisan maupun tulisan dan
hak untuk berpolitik berkembang dengan baik sesuai dengan pasal
28 UUD 1945.
2) Pasal 20A UUD 1945 menyebutkan bahwa DPR mempunyai fungsi
legislasi, anggaran dan pengawasan. Fungsi pengawasan yang dimiliki
oleh lembaga legislatif (DPR) dan organisasi sosial politik dapat
dijalankan dengan memberikan kritik dan saran kepada lembaga
ekskutif.
3) Adanya langkah besar dari MPR untuk mengamandemen UUD 1945.
UUD 1945 mulai diamandemen tahun 1999 hingga tahun 2002,
sehingga ada empat tahap amandemen. Ada beberapa hal penting
setelah UUD 1945 diamandemen, yaitu:
a) Adanya pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden,
maksimal 2 periode (pasal 7),
b) Presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat
(pasal 6A).
c) Anggota MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD (Dewan
Perwakilan Daerah) yang dipilih melalui pemilu (pasal 2). DPD
tersebut dibentuk untuk mengakomodasi aspirasi daerah.
d) Adanya Komisi Yudisial yang bertugas untuk mengusulkan
pengangkatan hakim agung, menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta prilaku hakim (pasal 24B).
e) Hak asasi manusia diatur secara khusus dalam pasal 28A-28J.
4) Dibukanya kran demokrasi pada era reformasi ini memberikan
kebebasan bagi warga negara untuk menyatakan pendapat, namun
kebebasan tanpa batas, serta tindakan anarki dalam menyuarakan
pendapat.
5) Kebebasan pers berakibat pada tidak disensornya berita yang masuk.
sehingga terkesan mengeksploitasi berita secara vulgar, termasuk
hal-hal yang berbau pornografi.
6) Bidang politik, ekonomi dan hukum masih banyak membutuhkan
penataan yang lebih baik sehingga dapat memenuhi harapan
masyarakat.
C. HASIL-HASIL AMANDEMEN UUD 1945
Undang-Undang Dasar 1945 bukanlah konstitusi yang rigid atau kaku, :etapi sebaliknya sebagai konstitusi yang luwes atau fleksibel. Artinya UUD 1945 mempunyai prosedur yang mudah untuk merubahnya. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 37 UUD 1945, yang mengatur mekanisme yang harus dilewati untuk mengubah UUD 1945. Ada dua pola untuk mengubah UUD 1945, yaitu pola pertama mengubah dalam arti mengganti UUD 1945 dengan UUD yang baru sama sekali, dan pola yang kedua yaitu mengubah dalam arti mengamandemen UUD 1945. Melalui pola yang kedua ini akan terjadi beberapa perubahan dan penyempurnaan UUD 1945, akan tetapi tidak sampai menghilangkan kerangka dasarnya Berta nilai-nilai kesejarahannya.
Apabila kita cermati dalam UUD 1945 pasal 3 disebutkan “Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar”, dan Pasal 37 dalam UUD 1945 menyatakan “usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan (MPR) apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
Pasal 3 UUD 1945 memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada MPR untuk mengubah (mengamandemen) UUD. Amandemen UUD dilakukan untuk memberikan pemahaman yang lebih mudah dan komprehensif kepada penyelenggara negara dan masyarakat, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. Di samping itu, amandemen UUD 1945 akan memungkinkan untuk memasukkan materi-materi yang belum dijumpai dalam UUD. Materi-materi tersebut sudah menjadi tuntutan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sedangkan pasal 37 UUD 1945 memberikan arah dan prosedur untuk mengubah UUD 1945, Pelaksanaan perubahan UUD yang dilakukan MPR dari tahun 1999 hingga 2001 melalui empat kali sidang majelis. Perubahan pertama UUD 1945 merupakan hasil Sidang Umum MPR tahun 1999. Perubahan kedua UUD 1945 merupakan basil Sidang Tahunan MPR tahun 2000, perubahan ketiga UUD 1945 merupakan basil Sidang Tahunan 2001, dan perubahan keempat UUD 1945 merupakan basil Sidang Tahunan MPR tahun 2002. Perubahan yang dilakukan oleh MPR dapat dibagi menjadi empat jenis perubahan, yaitu:
1. mengubah rumusan yang sudah ada, contoh pasal 2 ayat 1 sebelum diubah berbunyi “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota DPR ditambah Utusan Daerah dan golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan undang-undang.” Setelah diamandemen menjadi “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilu yang diatur lebih lanjut dengan undang-undang”.
2. membuat rumusan yang baru sama sekali, contoh pasal 6a ayat 1 berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”.
3. menghapus atau menghilangkan yang ada, misalnya ketentuan dalam Bab IV UUD 1945 tentang Dewan Pertimbangan Agung dihilangkan.
4. memindahkan rumusan pasal ke dalam rumusan ayat atau sebaliknya, contohnya pasal 34 yang sebelum diamandemen jumlah pasalnya hanya satu, setelah diamandemen menjadi empat pasal.
Dalam sidang umum MPR 1999 telah disepakati untuk mengamandemen UUD 1945 sebatas batang tubuhnya saja. Sementara Pembukaan UUD 1945 tetap dipertahankan untuk tidak diubah, sebab di dalam pembukaan tersebut terdapat prinsip-prinsip falsafah negara yang paling. mendasar dan memuat kaidah pokok negara yang fundamental.
Adapun hasil-hasil amandemen UUD 1945 secara umum dari perubahaan pertama sampai perubahan yang keempat adalah sebagai berikut:
1. Kedaulatan rakyat yang semula dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, dikembalikan lagi kepada rakyat. (Pasal 1 ayat 2)
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilu. Hal ini menunjukkan bahwa rakyat mempunyai wewenang untuk menentukan pilihannya sesuai hati nuraninya secara langsung, sehingga tidak ada penjatahan anggota MPR.(Pasal 2)
3. Tugas dan wewenang MPR semakin diperkecil, karena tugas-tugas MPR seperti memilih Presiden dan Wakil Presiden diserahkan secara penuh kepada pilihan rakyat , serta GBHN tidak ditentukan oleh MPR tetapi diserahkan kepada Presiden sesuai dengan misi dan visi pemerintahannya. (Pasal 3)
4. Presiden dan Wakil Presiden dipilih rakyat secara langsung, dengan masa jabatan paling lama dua periode masa jabatan.
5. Pemberlakuan otonomi daerah berdasarkan alas desentralisasi.
6. Peranan DPR semakin ditingkatkan dengan memberdayakan fungsi DPR baik fungsi legislasi, fungsi anggaran maupun fungsi pengawasan sehingga terjadi check and balance.
7. Anggota DPR diplih langsung oleh rakyat.
8. DPD (Dewan Perwakilan Daerah), berfungsi sebagai mediator antara pemerintahan daerah dengan pemerintahan pusat.
9. Adanya lembaga baru yang memegang kekuasaan yudikatif, yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.
10. Adanya perhatian secara khusus mengenai HAM, terbukti dengan dimasukkannya HAM secara rinci dalam UUD 1945.
11. Adanya perhatian yang serius dalam bidang pendidikan, dengan memberikan anggaran pendidikan sebesar 20%.
Dengan menyimak hal-hal tersebut di atas, perubahan terhadap UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR mempunyai tujuan yang mulia dalam rangka untuk meningkatkan kualitas sistem politik, meningkatkan kehidupan demokrasi, memberikan kedaulatan yang semakin besar kepada rakyat dengan memperhatikan aspirasi dan kepentingan masyarakat sesuai dengan hak-haknya. Dengan demikian kita tidak perlu khawatir, karena perubahan terhadap UUD merupakan sesuatu hal yang biasa terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. UUD bukanlah suatu ketentuan yang selamanya sesuai dengan perkembangan jaman, tetapi kadang-kadang membutuhkan penyesuaian-penyesuaian seiring dengan perkembangan global.